ANALISA PROTEIN
METODE KJELDAHL
Protein merupakan polimer asam
amino. Ada puluh asam amino yang berbeda merupakan penyusun protein alami.
Protein dibedakan satu sama lain berdasarkan tipe, jumlah dan susunan asam
aminonya. Perbedaan ini menyebabkan perbedaan struktur molekuler, kandungan
nutrisi dan sifat fisikokimia. Protein merupakan konstituen penting dalam
makanan, dimana protein merupakn sumber energi sekaligus mengandung asam-asam
amino esensial seperti lysine, tryptophan, methionine, leucine, isoleucine dan
valine (esensial berarti penting bagi
tubuh, namun tidak bisa disintesis dalam tubuh). Protein juga merupakan
komponen utama dalam berbagai makanan alami, yang menentukan tekstur
keseluruhan, misalnya keempukan produk daging atau ikan, dan sebagainya.
Protein terisolasi sering digunakan dalam makanan sebagai unsur kandungan
(ingredient) karena sifat atau fungsi uniknya, antara lain kemampuannya
menghasilkan penampilanm tekstur atau stabilitas yang diinginkan. Misalnya,
protein digunakan sebagai agen pembentuk gel (gelling agent), pengemulsi
(emulsifier), pembentuk busa (foaming agent) dan pengental (thickener).
Beberapa protein makanan merupakan enzim yang mampi meningkatkan laju reaksi
biokimia tertentu, baik yang menguntungkan maupun yang merugikan merusak. Di
dalam analisis makanan, mengetahui kadar total, jenis, struktur molekul dan
sifat fungsional dari protein sangat penting.
Metode Kjeldahl
Metode Kjeldahl
merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam amino,
protein dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel didestruksi dengan asam
sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai sehingga akan
menghasilkan amonium sulfat. Setelah pembebasan dengan alkali kuat, amonia yang
terbentuk disuling uap secara kuantitatif ke dalam larutan penyerap dan
ditetapkan secara titrasi. Metode ini telah banyak mengalami modifikasi. Metode
ini cocok digunakan secara semimikro, sebab hanya memerlukan jumlah sampel dan
pereaksi yang sedikit dan waktu analisa yang pendek. Metode ini kurang akurat bila diperlukan pada senyawa yang mengandung atom
nitrogen yang terikat secara langsung ke oksigen atau nitrogen. Tetapi untuk
zat-zat seperti amina,protein,dan lain – lain hasilnya lumayan.
Cara Kjeldahl
digunakan untuk menganalisis kadar protein kasar dalam bahan makanan secara
tidak langsung, karena yang dianalisis dengan cara ini adalah kadar
nitrogennya. Dengan mengalikan hasil analisis tersebut dengan angka konversi
6,25, diperoleh nilai protein dalam bahan makanan itu. Untuk beras, kedelai,
dan gandum angka konversi berturut-turut sebagai berikut: 5,95, 5,71, dan 5,83.
Angka 6,25 berasal dari angka konversi serum albumin yang biasanya mengandung
16% nitrogen.
Prinsip cara
analisis Kjeldahl adalah sebagai berikut: mula-mula bahan didestruksi dengan
asam sulfat pekat menggunakan katalis selenium oksiklorida atau butiran Zn.
Amonia yang terjadi ditampung dan dititrasi dengan bantuan indikator.
Ø Cara Kjeldahl pada umumnya dapat dibedakan atas dua cara,
yaitu cara makro dan semimakro.
1. Cara makro Kjeldahl
digunakan untuk contoh yang sukar dihomogenisasi dan besar contoh 1-3 g
2. Cara semimikro Kjeldahl
dirancang untuk contoh ukuran kecil yaitu kurang dari 300 mg dari bahan yang
homogen.
Cara analisis
tersebut akan berhasil baik dengan asumsi nitrogen dalam bentuk ikatan N-N dan
N-O dalam sampel tidak terdapat dalam jumlah yang besar. Kekurangan cara
analisis ini ialah bahwa purina, pirimidina, vitamin-vitamin, asam amino besar,
kreatina, dan kreatinina ikut teranalisis dan terukur sebagai nitrogen protein.
Walaupun demikian, cara ini kini masih digunakan dan dianggap cukup teliti
untuk pengukuran kadar protein dalam bahan makanan.
Ø Analisa protein cara Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi
menjadi tiga tahapan yaitu proses destruksi, proses destilasi dan tahap
titrasi.
1.
Tahap destruksi
Pada tahapan ini
sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi destruksi menjadi
unsur-unsurnya. Elemen karbon, hidrogen teroksidasi menjadi CO, CO2
dan H2O. Sedangkan nitrogennya (N) akan berubah menjadi (NH4)2SO4.
Untuk mempercepat proses destruksi sering ditambahkan katalisator berupa
campuran Na2SO4 dan HgO (20:1). Gunning menganjurkan
menggunakan K2SO4 atau CuSO4. Dengan
penambahan katalisator tersebut titk didih asam sulfat akan dipertinggi
sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Selain katalisator yang telah
disebutkan tadi, kadang-kadang juga diberikan Selenium. Selenium dapat
mempercepat proses oksidasi karena zat tersebut selain menaikkan titik didih juga
mudah mengadakan perubahan dari valensi tinggi ke valensi rendah atau
sebaliknya.
Reaksi yang
terjadi pada tahap ini adalah:
H
destruksi
R-C-COOH
+ H2SO4 NH3
+ CO2 + H2O
NH2
Asam amino CuSO4
(protein)
Na2SO4
NH3 + H2SO4
(NH4)2SO4
Hasil Destruksi
2.
Tahap destilasi
Pada tahap
destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3) dengan
penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Agar supaya selama destilasi
tidak terjadi superheating ataupun pemercikan cairan atau timbulnya gelembung
gas yang besar maka dapat ditambahkan logam zink (Zn). Ammonia yang dibebaskan
selanjutnya akan ditangkap oleh asam khlorida atau asam borat 4 % dalam jumlah
yang berlebihan. Agar supaya kontak antara asam dan ammonia lebih baik maka
diusahakan ujung tabung destilasi tercelup sedalam mungkin dalam asam. Untuk
mengetahui asam dalam keadaan berlebihan maka diberi indikator misalnya BCG +
MR atau PP.
Reaksi yang
terjadi pada tahap ini adalah:
(NH4)2SO4 +
NaOH
NH3 + H2O
+ Na2SO4
NH3 + HCl 0,1
N
NH4Cl
Berlebihan
3.
Tahap titrasi
Apabila penampung
destilat digunakan asam khlorida maka sisa asam khorida yang bereaksi dengan
ammonia dititrasi dengan NaOH standar (0,1 N). Akhir titrasi ditandai dengan
tepat perubahan warna larutan menjadi merah muda dan tidak hilang selama 30
detik bila menggunakan indikator PP.
Reaksi yang
terjadi pada tahap ini adalah:
HCl 0,1 N + NaOH 0,1
N
NaCl + H2O
Kelebihan
Kandungan nitrogen kemudian dapat dihitung
sebagai berikut:
%N = ml NaOH
blanko – ml NaOH sampel × N. NaOH × 14,008 × 100%
Gram bahan x 1000
Apabila penampung
destilasi digunakan asam borat maka banyaknya asam borat yang bereaksi dengan
ammonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan asam khlorida 0,1 N dengan indikator
(BCG + MR). Akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan dari biru
menjadi merah muda.
Kandungan nitrogen kemudian dapat
dihitung sebagai berikut:
%N = ml NaOH
blanko – ml NaOH sampel × N. HCl × 14,008 × 100%
Gram bahan x 1000
Setelah diperoleh %N, selanjutnya
dihitung kadar proteinnya dengan mengalikan suatu faktor. Besarnya faktor
perkalian N menjadi protein ini tergantung pada persentase N yang menyusun
protein dalam suatu bahan.
Kadar protein (%) = % N x faktor
konversi
Nilai faktor konversi berbeda tergantung sampel:
1.
Sereal
5,7
2.
Roti
5,7
3.
Sirup
6,25
4.
Biji-bijian
6,25
5.
Buah
6,25
6.
Beras
5,95
7.
Susu
6,38
8.
Kelapa
5,20
9.
Kacang Tanah 5,46
Apabila faktor konversi tidak
diketahui, faktor 6,25 dapat digunakan . Faktor ini diperoleh dari fakta
rata-rata nitrogen dalam protein adalah 16 %.
Kadar Protein
(%) = N x 100/16
= N x 6,25
Analisa Protein Pada Kedelai
1.
Proses Destruksi
a. Ditimbang 1 g bahan yang telah dihaluskan, masukkan dalam
labu Kjeldahl, namun karena kandungan protein tinggi pada kedelai maka
digunakan bahan kurang dari 1 g
b. Kemudian ditambahkan 7,5 g kalium sulfat dan 0,35 g raksa
(II) oksida dan 15 ml asam sulfat pekat.
c. dipanaskan semua bahan dalam labu Kjeldahl dalam lemari
asam sampai berhenti berasap dan diteruskan pemanasan sampai mendidih dan
cairan menjadi jernih. ditambahkan pemanasan kurang lebih 30 menit,
dimatikan pemanasan dan dibiarkan sampai dingin.
d. Selanjutnya ditambahkan 100 ml aquadest dalam labu
Kjeldahl yang didinginkan dalam air es dan beberapa lempeng Zn, tambahkan 15 ml
larutan kalium sulfat 4% (dalam air) dan akhirnya ditambahkan perlahan-lahan
larutan natrium hidroksida 50% sebanyak 50 ml yang telah didinginkan dalam
lemari es.
2.
Proses Destilasi
a. Diipasang labu
Kjeldahl dengan segera pada alat destilasi. Dipanaskan labu Kjeldahl
perlahan-lahan sampai dua lapis cairan tercampur, kemudian dipanaskan dengan
cepat sampai mendidih.
b. Destilat ditampung dalam
Erlenmeyer yang telah diisi dengan larutan baku asam klorida 0,1N sebanyak 50
ml dan indicator merah metil 0,1% b/v (dalam etanol 95%) sebanyak 5 tetes,
ujung pipa kaca destilator dipastikan masuk ke dalam larutan asam klorida 0,1N.
c. Proses destilasi selesai jika destilat yang
ditampung lebih kurang 75 ml.
3. Proses
Titrasi
a. Sisa larutan asam
klorida 0,1N yang tidak bereaksi dengan destilat dititrasi dengan larutan baku
natrium hidroksida 0,1N. Titik akhir titrasi tercapai jika terjadi perubahan warna
larutan dari merah menjadi kuning. Lakukan titrasi blanko.
Ada pun penentuan kadar protein kasar :
Protein Kasar = (y-z) X titar NaOH X
0,014 X 6,25 X 100%
Berat Sampel (x) g
Keuntungan Dan Kerugian Menggunakan Metode
Kjeldahl
Ø Kentungan menggunakan Metode Kjeldahl,diantaranya :
a.
Secara internasional dan masih merupakan metode standar untuk perbandingan
terhadap semua metode lainnya.
b.
presisi tinggi dan baik reproduktifitas telah membuat metode utama untuk
estimasi protein dalam makanan.
Ø Kerugian menggunakan Metode Kjeldahl,diantaranya :
a.
memberikan ukuran protein yang benar, karena semua nitrogen dalam makanan tidak
dalam bentuk protein.
b.
Protein yang berbeda memerlukan faktor koreksi yang berbeda karena mereka
memiliki urutan asam amino yang berbeda.
c.
Penggunaan asam sulfat pekat pada suhu tinggi menimbulkan bahaya yang cukup
besar, seperti halnya penggunaan beberapa kemungkinan katalis teknik ini
memakan waktu untuk membawa keluar.
Sumber
: http://chemistryismyworld.blogspot.com/2011/03/makalah-analisa-protein-metode-kjeldahl.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar