Senin, 22 Oktober 2012

Analisis Pengawet


TLC (Thin Layer Chromatography) yang biasa disebut Kromatografi lapis tipis (KLT) bersama-sama dengan kromatografi kertas (KKr) dengan berbagai macam variasinya pada umumnya dirujuk sebagai kromatografi planar. Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh Izmailoff dan Schraiber pada tahun 1938. pada kromatografi lapis tipis, fase diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, pelat aluminium, atau pelat plastik. Meskipun demikian, kromatografi planar ini dapat dikatakan sebagai bentuk terbuka dari kromatografi kolom.
Kromatografi lapis tipis dalam pelaksanaannya lebih mudah dan lebih murah dibandingkan dengan kromatografi kolom. Demikian juga peralatan yang digunakan. Dalam kromatografi lapis tipis, peralatan yang digunakan lebih sederhana dan dapat dikatakan bahwa hampir semua laboratorium dapat melaksanakan setiap saat secara cepat.

Dibandingkan dengan HPLC dan GC, TLC mempunyai beberapa keuntungan, yaitu:
  1. KLT memberikan fleksibilitas yang lebih besar, dalam hal memilih fase gerak.
  2. Berbagai macam teknik untuk optimasi pemisahan seperti pengembangan 2 dimensi, pengembangan bertingkat, dan pembaceman penjerap dapat dilakukan pada TLC.
  3. Proses kromatografi dapat diikuti dengan mudah dan daat dihentikan kapan saja.
  4. Semua komponen dalam sampel dapat dideteksi.
A. Penjerap/Fase diam
Penjerap yang paling sering digunakan pada TLC adalah silika dan serbuk selulosa, sementara mekanisme sorpsi-desorpsi (suatu mekanisme perpindahan solut dari fase diam ke fase gerak atau sebaliknya) yang utama pada TLC adalah partisi dan adsorbsi. Lapisan tipis yang digunakan sebagai penjerap juga dapat dibuat dari silika yang telah dimodifikasi, resin penukar ion, gel eksklusi, dan siklodekstrin yang digunakan untuk pemisahan kiral. Beberapa penjerap TLC serupa dengan penjerap yang digunakan pada HPTLC. Kebanyakan penjerap dikontrol keajegan ukuran partikel dan luas permukaannya. Beberapa prosedur kromatografi, terutama pemisahan yang menggunkan larutan pengembang anhidrat, mensyaratkan adanya kontrol kandungan air dalam silika. Kandungan air yang ideal adalah antara 11-12 % b/b.
Lempeng silika gel dapat dimodifikasi untuk membentuk penjerap fase terbalik dengan cara membacemnya menggunakan parafin cair, minyak silikon, atau dengan lemak. Lempeng fase terbalik jenis ini digunakan untuk identifikasi hormon-hormon steroid.

Ø  Ringkasan berbagai macam agen pembacem silika sbb :

Bahan pembacem
Tujuan
Carbomer
Identifikasi neomisin sulfat
Tetradekana
Identifiksi sepradin dan atau identifikasi sefaklor
Tembaga sulfat 2% dan etilendiamin 2%
Pemisahan 7 senyawa barbiturat
Tembaga sulfat 0,1%
Pemisahan obat-obat golongan sulfonamida
Seng asetat 1%
Pemisahan 7 obat golongan antihistamin
EDTA
Pemisahan serotonin, epinefrin, dan nor-epinefrin

B. Fase Gerak pada KLT
Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan mencoba-coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. Sistem yang paling sederhana ialah campuran 2 pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal. Berikut adalah beberapa petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak :
  • Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT merupakan teknik yang sensitif.
  • Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.
  • Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika gel, polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solut yang berarti juga menentukan nilai Rf. Penambahan pelarut yang bersifat sedikit polar seperti dietil eter ke dalam pelarut non polar seperti metil benzen akan meningkatkan harga Rf secara signifikan.
  • Solut-solut ionik dan solut-solut polar lebih baik digunakan campuran pelarut sebagai fase geraknya seperti campuran air dan metanol dengan perbandingan tertentu. Penambahan sedikit asam etanoat atau amonia masing-masing akan meningkatkan solut-solut yang bersifat basa dan asam.
C. Aplikasi (Penotolan) sampel
Pemisahan pada kromatografi lapis tipis yang optimal akan diperoleh hanya jika menotolkan sampel dengan ukuran bercak sekecil dan sesempit mungkin. Sebagaimana dalam prosedur kromatografi yang lain, jika sampel yang digunakan terlalu banyak maka akan menurunkan resolusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penotolan sampel secara otomatis lebih dipilih daripada penotolan secara manual terutama jika sampel yang akan ditotolkan lebih dari 15 μl. Penotolan sampel yang tidak tepat akan menyebabkan bercak yang menyebar dan puncak ganda. Berdasarkan pada tujuan analisis, berbagai macam jumlah sampel telah disarankan untuk digunakan dan diringkas pada tabel dibawah ini.
Untuk memperoleh reprodusibilitas, volume sampel yang ditotolkan paling sedikit 0,5 μl. Jika volume sampel yang akan ditotolkan lebih besar dari 2-10 μl maka penotolan harus dilakukan secara bertahap dengan dilakukan pengeringan antar totolan.

D. Pengembangan
1. Konvensional dan KLT-kinerja tinggi
Elusi KLT
Pengembangan pelarut biasanya dilakukan dengan cara menaik (ascending), yang mana ujung bawah lempeng dicelupkan ke dalam pelarut pengembang. Untuk menghasilkan reprodusibilitas kromatografi yang baik, wadah fase gerak (chamber) harus dijenuhkan dengan uap fase gerak.
Jarak pengembangan fasegerak biasanya kurang lebih 10-15 cm, akan tetapi beberapa ahli kromatografi memilih mengembangkan lempeng pada jarak 15 – 20 cm. Untuk lempeng KLT-kinerja tinggi (HPTLC), yang mempunyai ukuran partikel lebih kecil, maka pengembangan lempeng dilakukan ada jarak antara 3- 6 cm.

2. Pengembangan 2 dimensi
KLT 2 arah atau 2 dimensi ini bertujuan untuk meningkatkan resolusi sampel ketika komponen-komponen solut mempunyai karakteristik kimia yang hampir sama, karenanya nilai Rf juga hampir sama sebagaimana dalam asam-asam amino. Selain itu, 2 sistem fase gerak yang sangat berbeda dapat digunakan secara berurutan pada suatu campuran tertentu sehingga memungkinkan untuk melakukan pemisahan analit yang mempunyai tingkat polaritas yang berbeda.

3. Pengembangan Kontinyu
Pengembangan kontinyu (pengembangan terus menerus) dilakukan dengan cara mengalirkan fase gerak secara terus-menerus pada lempeng KLT melalui suatu wadah (biasanya alas tangki) melalui suatu lapisan dan dibuang dengan cara tertentu pada ujung lapisan.

4. Pengembangan gradien
Pengembangan ini dilakukan dengan menggunakan komposisi fase gerak yang berbeda-beda. Lempeng yang berisi analit dapat dimasukkan ke dalam bejana kromatografi yang berisi fase gerak tertentu lalu komponen fase gerak selanjutnya ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam bejana dan diaduk sampai homogen.
Tujuan utama sistem ini adalah untuk mengubah polaritas fase gerak. Meskipun demikian untuk memperoleh komposisi fase gerak yang reprodusibel sangatlah sulit sehingga teknik kromatografi ini kurang begitu polpuler.

E. Deteksi
Bercak pemisahan pada KLT umumnya merupakan bercak yang tidak berwarna. Untuk penentuannya dapat dilakukan secara kimia, fisika, maupun biologi. Cara kimia yang biasa digunakan adalah dengan mereaksikan bercak dengan suatu pereaksi melalui cara penyemprotan sehingga bercak menjadi jelas. Cara fisika yang dapat digunakan untuk menampakkan bercak adalah dengan pencacahan radioaktif dan fluoresensi sinar ultraviolet. Fluoresensi sinar ultraviolet terutama untuk senyawa yang dapat berfluoresensi maka bercak akan terlihat jelas. Jika senyawa tidak dapat berfluoresensi maka bahan penyerapnya akan diberi indikator yang berfluoresensi, dengan demikian bercak akan kelihatan hitam sedang latar belakangnya akan kelihatan berfluoresensi. Berikut adalah cara-cara kimiawi untuk mendeteksi bercak :
  1. Menyemprot lempeng KLT dengan reagen kromogenik yang akan bereaksi secara kimia dengan seluruh solut yang mengandung gugus fungsional tertentu sehingga bercak menjadi berwarna. Kadang-kadang lempeng dipanaskan terlebih dahulu untuk mempercepat reaksi pembentukan warna dan intensitas warna bercak.
2.      Mengamati lempeng di bawah lampu ultra violet yang dipasang panjang gelombang emisi 254 atau 366 untuk menampakkan solut sebagai bercak yang gelap atau bercak yang berfluoresesnsi terang pada dasar yang berfluoresensi seragam. Lempeng yang diperdagangkan dapat dibeli dalam bentuk lempeng yang sudah diberi dengan senyawa fluoresen yang tidak larut yang dimasukkan ke dalam fase diam untuk memberikan dasar fluoresensi atau dapat pula dengan menyemprot lempeng dengan reagen fluoresensi setelah dilakukan pengembangan.
3.      Menyemprot lempeng dengan asam sulfat pekat atau asam nitrat pekat lalu dipanaskan untuk mengoksidasi solut-solut organik yang akan nampak sebagai bercak hitam sampai kecoklat-kecoklatan.
4.       Memaparkan lempeng dengan uapa iodium dalam chamber tertutup.
5.       Melakukan scanning pada permukaan lempeng dengan densitometer, suatu instrumen yang dapat mengukur intensitas radiasi yang direfleksikan dari permukaan lempeng ketika disinari dengan lampu UV atau lampu sinar tampak. Solut-solut yang mampu menyerap sinar akan dicatat sebagai puncak (peak) dalam pencatat (recorder).

Senin, 01 Oktober 2012


ANALISA PROTEIN METODE KJELDAHL

Protein merupakan polimer asam amino. Ada puluh asam amino yang berbeda merupakan penyusun protein alami. Protein dibedakan satu sama lain berdasarkan tipe, jumlah dan susunan asam aminonya. Perbedaan ini menyebabkan perbedaan struktur molekuler, kandungan nutrisi dan sifat fisikokimia. Protein merupakan konstituen penting dalam makanan, dimana protein merupakn sumber energi sekaligus mengandung asam-asam amino esensial seperti lysine, tryptophan, methionine, leucine, isoleucine dan valine (esensial berarti  penting bagi tubuh, namun tidak bisa disintesis dalam tubuh). Protein juga merupakan komponen utama dalam berbagai makanan alami, yang menentukan tekstur keseluruhan, misalnya keempukan produk daging atau ikan, dan sebagainya. Protein terisolasi sering digunakan dalam makanan sebagai unsur kandungan (ingredient) karena sifat atau fungsi uniknya, antara lain kemampuannya menghasilkan penampilanm tekstur atau stabilitas yang diinginkan. Misalnya, protein digunakan sebagai agen pembentuk gel (gelling agent), pengemulsi (emulsifier), pembentuk busa (foaming agent) dan pengental (thickener). Beberapa protein makanan merupakan enzim yang mampi meningkatkan laju reaksi biokimia tertentu, baik yang menguntungkan maupun yang merugikan merusak. Di dalam analisis makanan, mengetahui kadar total, jenis, struktur molekul dan sifat fungsional dari protein sangat penting.




Metode Kjeldahl

Metode Kjeldahl merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam amino, protein dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai sehingga akan menghasilkan amonium sulfat. Setelah pembebasan dengan alkali kuat, amonia yang terbentuk disuling uap secara kuantitatif ke dalam larutan penyerap dan ditetapkan secara titrasi. Metode ini telah banyak mengalami modifikasi. Metode ini cocok digunakan secara semimikro, sebab hanya memerlukan jumlah sampel dan pereaksi yang sedikit dan waktu analisa yang pendek. Metode ini kurang akurat bila diperlukan pada senyawa yang mengandung atom nitrogen yang terikat secara langsung ke oksigen atau nitrogen. Tetapi untuk zat-zat seperti amina,protein,dan lain – lain hasilnya lumayan.
Cara Kjeldahl digunakan untuk menganalisis kadar protein kasar dalam bahan makanan secara tidak langsung, karena yang dianalisis dengan cara ini adalah kadar nitrogennya. Dengan mengalikan hasil analisis tersebut dengan angka konversi 6,25, diperoleh nilai protein dalam bahan makanan itu. Untuk beras, kedelai, dan gandum angka konversi berturut-turut sebagai berikut: 5,95, 5,71, dan 5,83. Angka 6,25 berasal dari angka konversi serum albumin yang biasanya mengandung 16% nitrogen.
Prinsip cara analisis Kjeldahl adalah sebagai berikut: mula-mula bahan didestruksi dengan asam sulfat pekat menggunakan katalis selenium oksiklorida atau butiran Zn. Amonia yang terjadi ditampung dan dititrasi dengan bantuan indikator.

Ø  Cara Kjeldahl pada umumnya dapat dibedakan atas dua cara, yaitu cara makro dan semimakro.
1.      Cara makro Kjeldahl digunakan untuk contoh yang sukar dihomogenisasi dan besar contoh 1-3 g
2.      Cara semimikro Kjeldahl dirancang untuk contoh ukuran kecil yaitu kurang dari 300 mg dari bahan yang homogen.
Cara analisis tersebut akan berhasil baik dengan asumsi nitrogen dalam bentuk ikatan N-N dan N-O dalam sampel tidak terdapat dalam jumlah yang besar. Kekurangan cara analisis ini ialah bahwa purina, pirimidina, vitamin-vitamin, asam amino besar, kreatina, dan kreatinina ikut teranalisis dan terukur sebagai nitrogen protein. Walaupun demikian, cara ini kini masih digunakan dan dianggap cukup teliti untuk pengukuran kadar protein dalam bahan makanan.

Ø  Analisa protein cara Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan yaitu proses destruksi, proses destilasi dan tahap titrasi.



1.      Tahap destruksi
Pada tahapan ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon, hidrogen teroksidasi menjadi CO, CO2 dan H2O. Sedangkan nitrogennya (N) akan berubah menjadi (NH4)2SO4. Untuk mempercepat proses destruksi sering ditambahkan katalisator berupa campuran Na2SO4 dan HgO (20:1). Gunning menganjurkan menggunakan K2SO4 atau CuSO4. Dengan penambahan katalisator tersebut titk didih asam sulfat akan dipertinggi sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Selain katalisator yang telah disebutkan tadi, kadang-kadang juga diberikan Selenium. Selenium dapat mempercepat proses oksidasi karena zat tersebut selain menaikkan titik didih juga mudah mengadakan perubahan dari valensi tinggi ke valensi rendah atau sebaliknya.
Reaksi yang terjadi pada tahap ini adalah:
            H              destruksi
R-C-COOH   +  H2SO4                                        NH3     + CO2     + H2O
 NH2                                Asam amino  CuSO4
(protein)           Na2SO4
NH3 + H2SO4                    (NH4)2SO
                                                 Hasil Destruksi

2.      Tahap destilasi
Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3) dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Agar supaya selama destilasi tidak terjadi superheating ataupun pemercikan cairan atau timbulnya gelembung gas yang besar maka dapat ditambahkan logam zink (Zn). Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh asam khlorida atau asam borat 4 % dalam jumlah yang berlebihan. Agar supaya kontak antara asam dan ammonia lebih baik maka diusahakan ujung tabung destilasi tercelup sedalam mungkin dalam asam. Untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebihan maka diberi indikator misalnya BCG + MR atau PP.
Reaksi yang terjadi pada tahap ini adalah:
(NH4)2SO+  NaOH                   NH3      + H2O + Na2SO4
NH3     + HCl 0,1 N                        NH4Cl
             Berlebihan

3.      Tahap titrasi
Apabila penampung destilat digunakan asam khlorida maka sisa asam khorida yang bereaksi dengan ammonia dititrasi dengan NaOH standar (0,1 N). Akhir titrasi ditandai dengan tepat perubahan warna larutan menjadi merah muda dan tidak hilang selama 30 detik bila menggunakan indikator PP.
Reaksi yang terjadi pada tahap ini adalah:
HCl 0,1 N + NaOH 0,1 N                  NaCl +  H2O
Kelebihan
            Kandungan nitrogen kemudian dapat dihitung sebagai berikut:
%N = ml NaOH blanko – ml NaOH sampel × N. NaOH × 14,008 × 100%
                      Gram bahan x 1000
Apabila penampung destilasi digunakan asam borat maka banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan asam khlorida 0,1 N dengan indikator (BCG + MR). Akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan dari biru menjadi merah muda.
            Kandungan nitrogen kemudian dapat dihitung sebagai berikut:
%N = ml NaOH blanko – ml NaOH sampel × N. HCl × 14,008 × 100%
                                            Gram bahan x 1000
Setelah diperoleh %N, selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan mengalikan suatu faktor. Besarnya faktor perkalian N menjadi protein ini tergantung pada persentase N yang menyusun protein dalam suatu bahan.
Kadar protein (%) = % N x faktor konversi
Nilai faktor konversi berbeda tergantung sampel:

1.      Sereal                     5,7
2.      Roti                        5,7
3.      Sirup                      6,25
4.      Biji-bijian               6,25
5.      Buah                      6,25
6.      Beras                      5,95
7.      Susu                       6,38
8.      Kelapa                   5,20
9.      Kacang Tanah        5,46

Apabila faktor konversi tidak diketahui, faktor 6,25 dapat digunakan . Faktor ini diperoleh dari fakta rata-rata nitrogen dalam protein adalah 16 %.
Kadar Protein (%)        = N x 100/16
                                    = N x 6,25     
               
Analisa Protein Pada Kedelai
1.      Proses Destruksi
a.       Ditimbang 1 g bahan yang telah dihaluskan, masukkan dalam labu Kjeldahl, namun karena kandungan protein tinggi pada kedelai  maka digunakan bahan kurang dari 1 g
b.      Kemudian ditambahkan 7,5 g kalium sulfat dan 0,35 g raksa (II) oksida dan 15 ml asam sulfat pekat.
c.       dipanaskan semua bahan dalam labu Kjeldahl dalam lemari asam sampai berhenti berasap dan diteruskan pemanasan sampai mendidih dan cairan  menjadi jernih. ditambahkan pemanasan kurang lebih 30 menit, dimatikan pemanasan dan dibiarkan sampai dingin.
d.      Selanjutnya ditambahkan 100 ml aquadest dalam labu Kjeldahl yang didinginkan dalam air es dan beberapa lempeng Zn, tambahkan 15 ml larutan kalium sulfat 4% (dalam air) dan akhirnya ditambahkan perlahan-lahan larutan natrium hidroksida 50% sebanyak 50 ml yang telah didinginkan dalam lemari es.



2.      Proses Destilasi
a.       Diipasang labu Kjeldahl dengan segera pada alat destilasi. Dipanaskan labu Kjeldahl perlahan-lahan sampai dua lapis cairan tercampur, kemudian dipanaskan dengan cepat sampai mendidih.
b.      Destilat ditampung dalam Erlenmeyer yang telah diisi dengan larutan baku asam klorida 0,1N sebanyak 50 ml dan indicator merah metil 0,1% b/v (dalam etanol 95%) sebanyak 5 tetes, ujung pipa kaca destilator dipastikan masuk ke dalam larutan asam klorida 0,1N.
c.        Proses destilasi selesai jika destilat yang ditampung lebih kurang 75 ml.

3.      Proses Titrasi
a.       Sisa larutan asam klorida 0,1N yang tidak bereaksi dengan destilat dititrasi dengan larutan baku natrium hidroksida 0,1N. Titik akhir titrasi tercapai jika terjadi perubahan warna larutan dari merah menjadi kuning. Lakukan titrasi blanko.

Ada pun penentuan kadar protein kasar :
Protein Kasar = (y-z) X titar NaOH X 0,014 X 6,25  X 100%
                                   Berat Sampel (x) g

Keuntungan Dan Kerugian Menggunakan Metode Kjeldahl
Ø  Kentungan menggunakan Metode Kjeldahl,diantaranya :
a.       Secara internasional dan masih merupakan metode standar untuk perbandingan terhadap semua metode lainnya.
b.      presisi tinggi dan baik reproduktifitas telah membuat metode utama untuk estimasi protein dalam makanan.
Ø  Kerugian menggunakan Metode Kjeldahl,diantaranya :
a.       memberikan ukuran protein yang benar, karena semua nitrogen dalam makanan tidak dalam bentuk protein.
b.      Protein yang berbeda memerlukan faktor koreksi yang berbeda karena mereka memiliki urutan asam amino yang berbeda.
c.       Penggunaan asam sulfat pekat pada suhu tinggi menimbulkan bahaya yang cukup besar, seperti halnya penggunaan beberapa kemungkinan katalis teknik ini memakan waktu untuk membawa keluar.